Kembar Tak Selalu Sama

Namaku Reva. Aku punya saudari kembar bernama Riva. Meski wajah kami nyaris sama, kami sangat berbeda. Aku suka sesuatu seperti olahraga, sedangkan Riva suka ilmu pengetahuan. Tapi satu hal yang sama, kami sama-sama ingin diperlakukan adil.

Pagi itu, aku sarapan bersama Bunda dan Riva, sedangkan ayah saat ini masih diluar kota

"Bun, nanti datang ke sekolah ya. Aku ikut lomba lari hari ini!". seruku bersemangat.

Bunda menatapku sebentar, lalu berkata dengan suara datar.
"Aduh, maaf ya, Sayang. Bunda ada kerjaan penting yang nggak bisa ditinggal".

Aku tahu maksud 'kerjaan' itu.
"Oh, Riva ada lomba sains, ya? Ya udah, selesain aja kerjaan bunda. Dan nggak usah bodohin aku".

Aku bangkit dari kursi, dan meninggalkan ruang makan itu lalu keluar rumah tanpa pamit. Aku tidak pamit karna kesal, bunda selalu saja datang ke lomba Riva dan bahkan sulit menyempatkan waktu untukku

"Bun, jangan gitu, dong. Bunda harus datang ke lombanya Reva. Jangan aku terus yang bunda temenin. Kasihan Reva". Bisik Riva pada bunda

 "Untuk apa coba? Cuma lomba lari, mending lomba sains kamu". Balas bunda tak acuh

Riva menghela napas panjang, merasa sikap bundanya itu sudah keterlaluan."Pokoknya, hari ini bunda jangan datang ke lombaku. Kalau bunda terus beda-bedain aku dan Reva, aku juga bisa marah!"

Ia berlari keluar rumah mengejarku. Bunda hanya menggerutu
"Aduh, artinya aku harus ke lombanya Reva dong"

Di luar, Riva menghampiriku yang duduk di teras.

"Lama banget sih?" omelku.

“Maaf. Eh, katanya Ayah pulang hari ini, ya?” katanya sambil tersenyum.

Aku tiba tiba ikut tersenyum.
"Iya, ya. Nggak sabar banget!"

"Yuk, kita ke sekolah. Pak Udin udah nunggu di mobil."

Di dalam mobil

"Reva, kamu marah sama aku?" tanya Riva
"Nggak" jawabku cepat.
"Tapi, kan... aku yang-"
"Udahlah, yang salah itu bunda, bukan kamu, Riva"

Pak Udin yang sedang menyetir ikut membenarkan ucapku
"Bener tuh. Riva nggak salah kok."

Aku menoleh ke Riva 
"Tuh, denger."

Riva hanya mengangguk dan memelukku erat

Setibanya di sekolah

Teman-teman Riva langsung mengerubunginya.
"Riva, semangat ya hari ini!" seru Vivi, sahabat dekat kami.
"Makasih, Vi" jawab Riva.
Lalu Vivi mendekat ke arahku dan berkata dengan suara yang sangat lembut itu
"Semangat Reva!."
"Makasih Vi."

Tiba-tiba, seorang siswi nyeletuk
"Riva, kamu masih aja pergi bareng Reva? Nggak level banget."

"Hei, maksud kamu apa, sih? Aku kembarannya Reva, dan aku bangga bisa bareng dia!"

Vivi segera menarik tangan kami berdua.
"Riva, Reva, ikut aku."

Riva menatap Vivi kesal. "Vi, kenapa kamu tarik aku? Aku belum selesai ngomong!"

Vivi hanya menoleh kearahku. "Aku narik kamu karena Reva ngode. Dia nggak mau kamu ribut gara-gara dia."

Riva menoleh padaku, bingung. "Reva...?"

Aku mengangguk. "Aku capek liat kamu harus bela aku terus."

Riva belum sempat menjawab, tapi aku cepat memotong, "Udah, yuk ke kelas. Sebentar lagi bel."

"Yuk!" seru Vivi, menarik kami masuk.

Di kelas

"Vi, kamu bakal datang ke lomba siapa hari ini?" tanyaku penasaran.

Vivi berpikir sejenak. "Karena kemarin aku udah datang ke lomba Riva, sekarang aku datang ke lombamu."

Riva menoleh ke belakang dan tersenyum. "Biar adil, Reva."

Aku hanya bisa tersenyum. Akhirnya, aku merasa tidak sendiri lagi.

Waktu lombaku dan lomba Riva hampir berdekatan, saat aku sudah mengganti pakaianku. Aku melihat Vivi dikursi penonton, tapi aku masih saja berusaha mencari Bunda. Padahal bunda nggak bakal datangkan?, pikirku dalam hati

Tapi, orang yang  sangat tidakku berada disini, itu bunda
"Bunda ngapain disini?." Tanyaku pada bunda sambil terus mendekat ke arah bunda

Bunda hanya menatapku, lalu menjawab dengan nada datar, "Riva maksa bunda, mau gimana lagikan?."

Sakit, hatiku benar benar sakit mendengar jawaban bunda

"Hmm, oke semoga bunda suka." Balasku singkat lalu tiba tiba datang Vivi mendekat kearahku dan bunda, "hai tante, tumben datang." Sebut Vivi pada bunda. 
Bunda melihat kearah Vivi, lalu menjawab dengan nada datar 
"Dipaksa Riva."

Vivi menatapku, dari tatapannya aku bisa tahu kalau dia sangat tidak suka dengan jawaban Bunda. Tapi abaikan Vivi, dan berkata "Bun, Vi bentar lagi mulai, aku pergi dulu."
"Ya, semangat!." Bisik Vivi padaku, aku hanya mengangguk dan pergi 

"Vi, kok kamu datang kelomba Reva, kenapa nggak kelomba Riva aja?." Tanya Bunda pada Vivi

Vivi menghela nafas panjang dan berkata,
"Tante aku sahabatnya Reva dan Riva jadi, aku seharusnya bersikap adil sama mereka. Terakhir kali aku udah datang kelomba Riva jadi hari ini aku harus datang kelomba Reva dong?." 

Bunda terpaku, menatap Vivi
"Kenapa Tante?, apa selama ini Tante nggak bersikap adil sama mereka?." Tanya Vivi pada bunda, pertanyaan Vivi membuat bunda merenung

Vivi menambahkan kata kata lagi, yang langsung menusuk hati bunda
"Asal Tante tau, mereka berdua itu pengen banget diperlakukan adil sama Tante." 

Bunda mulai mengeluarkan air matanya, lalu berkata dengan suara bergetar, "apa yang aku lakuin, selama ini aku udah ngehancurin hati Reva dan Riva." 

Vivi menatap bunda dan berkata, "nggak ada waktu buat nangis tan, kalau Tante beneran merasa bersalah dukung Reva sekarang tante."

Bunda mendongak, menatapku yang sudah siap berlari. Dari kejauhanku lihat matanya yang sudah memerah itu

Bunda berdiri dan berteriak, "semangat Reva, bunda disini nak!." 
Vivi yang duduk disebelah bunda menatapku dan berkedip, hatiku benar benar berbunga saat tahu apa yang terjadi

Saat sampai kerumah, aku langsung berlari dan mencari Riva, lalu mengatakan apa yang terjadi di perlombaan tadi

"Akhirnya ya Reva, Bunda tahu kalau kita butuh keadilan."
"Ini nggak bakal terjadi kalau bukan karena Vivi." Balasku sambil menatap Vivi yang duduk disebelahku
"Santai Reva, Riva akukan sahabat kalian." Balas Vivi dengan nada sombongnya itu

Saat sedang tertawa bunda masuk, dan berkata dengan nada lembutnya "Reva, Riva bunda minta maaf, seharusnya bunda sadar kalau kalian berdua itu anak bunda. Dan juga Vivi makasih udah bikin Tante sadar."

Kami saling bertatapan satu sama lain, dan berkata, "nggak papa bunda, dan nggak perlu minta maaf, setiap manusia pasti bakal bikin kesalahan!." 

Bunda tertawa dan berkata, "kok bisa barengan gitu?."
"Kamikan sahabat bunda." Balas Riva 

Hari ini berjalan baik, aku sangat bahagia Bunda bisa bersikap adil lagi





Postingan populer dari blog ini

Kesenian Randai Minangkabau

Berdamai dengan Kehilangan